Thursday, December 27, 2012

Sketsa: "Stuck"



"Stuck"
by Ratu Pandan Wangi
Pencil on A4 HVS
26th December 2012

Usaha yang sedemikian keras terkadang rasanya tak membuahkan apa-apa. Namun tak ada amarah, tak ada sedih, tak ada harga diri yang terluka; hanya... lelah. Lelah sekali.

Sunday, November 25, 2012

Agama untuk Manusia

Tak seorang pun di antara kamu yang beriman sepanjang tidak mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. (Islam)

Apa pun yang kau inginkan pada orang lain untuk dilakukan padamu, lakukan pada mereka. (Kristen)

Jangan lakukan pada orang lain apa yang kamu tidak ingin orang lain lakukan padamu. (Yahudi)

Siapa pun tidak boleh memperlakukan orang lain dalam cara yang tidak menyenangkan bagi mereka sendiri. (Hindu)

Keadaan yang tidak menyenangkan atau menyenangkan bagiku, akan demikian juga bagi dia. (Budha)



(Dikutip dari buku "Agama untuk Manusia" yang ditulis oleh Fazlur Rahman, W. C. Smith, Hans Kung, Abdulaziz Sachedina, Ewert H. Cousins, K. R. Sundararajan, Gunaseela Vitanage, Jacques Waardenburgh, dan D. H. W. Gensichen)

Friday, November 23, 2012

"Membaca" Manusia

Saya suka sekali membaca. Tidak hanya buku, saya juga kerap "membaca" manusia. Manusia itu ibarat buku yang dikemas dengan lebih variatif. Sebagai bacaan, manusia bahkan lebih adiktif ketimbang buku.




Berikut ini tipe-tipe manusia berdasarkan jenis buku:

1. Manusia yang bagaikan ensiklopedi

Ia berisi informasi mengenai berbagai hal, tetapi informasi tentang dirinya sendiri sangat sedikit. Tipe ini saya temukan pada Sholeh, mantan teman sekelas saya saat 1 SMA. Ia adalah orang yang pandai mengumpulkan informasi. Ingin tahu hal-hal yang pernah terjadi di sekolah? Tanya Sholeh. Ingin tahu hal-hal yang sedang atau akan terjadi di sekolah? Tanya saja Sholeh. Menurut saya, Sholeh mengetahui banyak informasi karena ia orang yang sangat fleksibel. Ia bisa berbaur di golongan putih, golongan abu-abu, maupun golongan hitam dengan baik.

Saya suka mendengarkan Sholeh bercerita. Selain karena gaya berceritanya asyik dan tidak berkesan menggurui, ia juga tidak lantas sok mendominasi pembicaraan. Namun ia adalah orang yang senang beraman-aman; ia jarang bercerita mengenai dirinya sendiri kecuali pada orang-orang yang ia percayai.


2. Manusia yang bagaikan buku tua

Saya selalu tertarik pada buku semacam ini: begitu tua, lapuk dan menguning kertasnya sehingga saya bertanya-tanya siapa saja yang sudah membaca buku tersebut serta kejadian apa yang sudah dilaluinya. Manusia tipe ini adalah para orang tua. Orang tua selalu senang didengarkan karena mereka memiliki segunung pengalaman hidup.

Selain para orang tua di keluarga besar saya, terkadang saya didekati bapak-bapak atau ibu-ibu tak dikenal yang kemudian menceritakan kisahnya. Di antara untaian masa lalu yang mereka ucap, saya melihatnya: ada rindu, ada riang, ada kegelisahan, ada euforia, ada pilu, ada rindu, ada rindu.


3. Manusia yang bagaikan buku teka-teki silang

Hidup manusia tipe ini penuh misteri. Langsung saja saya beri contoh: saya mempunyai teman sekelas bernama Faiq. Saya penasaran, kenapa ia masuk jurusan IPS padahal otaknya jelas-jelas condong ke IPA? Kenapa ia masuk sienom pencinta alam padahal badannya lemas lunglai? Kenapa seragamnya lusuh padahal ia anak orang kaya? Apa yang dipikirkannya, mengapa ia jarang berbicara? Saya sudah menanyakan hal-hal itu padanya tapi tidak mendapat jawaban yang memuaskan. Maka saya dan teman-teman hanya menebak-nebak. Kami menikmatinya, rasanya seperti menulis fiksi.


4. Manusia yang bagaikan buku bergambar

Manusia tipe ini paling mudah dimengerti. Tak perlu membacanya, lihat saja gambarnya. Tipe ini adalah orang-orang yang ekspresif. Mereka tak perlu berkata-berkata untuk dapat dipahami. Asyik juga, tetapi kelemahannya adalah mereka sulit menyembunyikan sesuatu.

Tipe ini termasuk orang yang menerapkan kebiasaan-kebiasaan alami: mengalihkan pandangan ke kanan atas saat berbohong, menggoyang-goyangkan kaki saat gelisah, menundukkan kepala setelah melihat objek yang disukainya, dan sebagainya. Mereka mudah sekali "dibaca" oleh orang yang mengerti ilmu psikologi.
 

5. Manusia yang bagaikan kitab suci

Tipe ini saya lihat pada orang-orang religius. Mereka menerapkan ajaran agama sampai ajaran itu mereka lupakan. Maksudnya, mereka hidup sesuai ajaran agama sehingga ajaran tersebut menyatu dengan mereka; mereka tak perlu mengingat-ingat lagi karena ajaran itu sudah menjadi refleks. Mereka sungguh indah... bagaikan refleksi kitab suci.


6. Manusia yang bagaikan buku yang kertas-kertasnya berterbangan lepas

Anda tidak perlu repot-repot mencarinya di perpustakaan; ia ada di mana-mana. Tipe ini adalah orang yang terlampau suka mengumbar kehidupan pribadinya. Biasanya saya justru kehilangan simpati.


7. Manusia yang bagaikan death note

Pernahkan Anda membaca manga "Death Note"? Manga itu berkisah tentang seorang lelaki yang mempunyai death note. Sesuai namanya, death note adalah buku kematian. Orang yang namanya ditulis di sana akan meninggal beberapa detik kemudian karena serangan jantung.

Orang yang cocok untuk tipe ini adalah orang yang memiliki hawa-hawa mengintimidasi kuat. Seperti death note, Anda akan mengalami serangan jantung sesaat ketika ia menatap Andatatapannya tajam, kuat, pupilnya pekat. Biasanya saya tidak mau macam-macam dengan tipe ini.


8. Manusia yang bagaikan buku nyaman

Ada perbedaan bukan antara buku yang nyaman dibaca dan tidak? Mungkin karena warna kertasnya krem lembut. Mungkin karena ukuran hurufnya tidak kekecilan. Mungkin karena baunya bukan bau percetakan yang menyengat, melainkan samar-samar wangi vanila. Saya paling nyaman bersama orang bertipe ini. Wajar saja, mereka pencinta kedamaian.


9. Manusia yang bagaikan buku ter-update

Seperti namanya, jenis ini dihuni oleh orang-orang ter-update. Gaul. Orang tipe ini biasanya paling menarik untuk diajak mengobrol. Mereka selalu tahu informasi baru. Kelemahannya adalah, terkadang jati diri mereka dipertanyakan. Pernahkah Anda membaca buku komedi yang ditulis oleh @Poconggg? Setelah buku itu meledak di pasaran, banyak sekali penulis yang mencoba terkenal dengan menirunyaentah itu kuntilanak, genderuwo, trio pocongtetapi karya mereka susah untuk menyamai kualitas karya aslinya.


10. Manusia yang bagaikan kamus

Ia mempunyai pengertian sendiri untuk setiap hal. Jenis ini dapat dilihat pada orang-orang berpikiran luas, biasanya seniman dan filsuf. Bertukar pendapat dengan orang seperti ini tidak masalah asal masing-masing pihak tidak memaksakan pemikirannya. Bukankah kebenaran itu relatif?


11. Manusia yang bagaikan buku not balok

Mereka bagaikan menyanyi, bermusik dan menari tiap hari. Hidup tidak terlalu membebani mereka. Yang penting adalah menikmati apa yang bisa dinikmati.


Begitulah menurut saya tipe-tipe manusia berdasarkan jenis buku. Mungkin Anda lantas penasaran, saya termasuk jenis buku apa? Saya adalah buku yang halamannya kosong. Namun halaman-halaman itu terisi tiap hari berkat kehidupan yang saya jalani. Halaman saya diisi oleh pemikiran mengenai kehidupan,  sedangkan pemikiran itu saya peroleh berkat pengamatan saya terhadap Anda sekalian. Dengan kata lain, Andalah yang mengisi halaman demi halaman buku saya.

Terima kasih.

Tuesday, November 13, 2012

Sketsa: "Which Side?"



"Which Side?"
by Ratu Pandan Wangi
11th November 2012
2B pencil on A4 HVS

Sunday, October 21, 2012

Yang Hilang dan Ditemukan

Saya kerap memakai bando saat TK. Bando-bando itu berwarna cerah: merah, biru muda, atau pink—warna favorit saya dulu. Suatu hari saya merasa kehilangan bando yang tadinya saya pakai. Saya pun mencarinya ke mana-mana. Karena tak kunjung ketemu, saya bertanya pada teman saya. Dia menjawab dengan bingung, “Bandomu? Kan ada di lehermu!” Astaga! Ternyata tadi saya melonggarkan bando itu hingga leher, menjadikannya seperti kalung!

Lucu bukan betapa sesuatu yang kita cari ternyata berada sangat dekat dengan kita?

Mari saya ceritakan kisah lain. Suatu hari, orang tua saya menghadiahi saya uang Rp 100.000,00. Saya lantas memasukkannya ke saku celana. Kemudian saya pergi ke warung dekat rumah dengan masih mengantongi uang tersebut. Selesai berurusan di warung (bayarnya menggunakan beberapa ribu uang lain yang saya bawa), saya pun pulang. Tak lama kemudian saya menyadari bahwa uang Rp 100.000,00 itu hilang! Saya panik. Di rumah, di jalan, di warung, uang itu tak saya temukan. Entahlah. Mungkin terbawa angin atau “terbawa” tangan orang lain.

Dengan takut-takut saya melapor pada Ibu bahwa uang saya hilang. Saya juga meminta maaf atas kecerobohan saya. Kemudian Ibu—benar-benar tak saya sangka—tidak memarahi saya, malah mengganti uang yang hilang itu sejumlah Rp 100.000,00 juga!

Sampai sini mungkin Anda mengira bahwa orang tua saya terlampau memanjakan anaknya. Tidak. Orang tua saya cerdik. Ibu tahu betul, dengan mengganti uang tersebut beliau membuat saya merasa tidak enak hati luar biasa. Beliau ingin saya memarahi diri saya sendiri, ingin supaya saya sadar sendiri. Dan memang begitu. Hari itu saya mendapat sebuah pelajaran mahal: simpan uangmu baik-baik. Kalau bisa menghilangkan Rp 100.000,00, sungguh mungkin kelak bisa menghilangkan sejuta, 10 juta atau 100 juta hanya karena ceroboh. Sejak saat itulah saya lebih berhati-hati dalam hal keuangan.

Bukankah Tuhan Mahabaik? Ia membuat kita kehilangan sesuatu, namun kita menemukannya lagi dalam bentuk yang lebih baik.

Thursday, September 27, 2012

Bersiap... Mulai!


Post ini saya tulis dalam keadaan  flu untuk yang ketiga kalinya dalam bulan ini, plus maag dan sakit gigi. Yang membuat saya heran adalah penyakit-penyakit tersebut bisa membuat saya tidak masuk sekolah sekitar seminggu dan tidak ikut bimbel entah berapa pertemuan.

Selama ini gaya hidup saya memang tidak terlalu sehat. Saya kerap terkena penyakit seperti flu dan sariawan. Namun penyakit-penyakit tersebut jarang menghalangi saya untuk berangkat sekolah, seandainya iya pun paling hanya satu-dua hari.

Lha yang sekarang kok seminggu?

Untuk menjelaskannya, mari saya ceritakan kondisi kelas saya sekarang. XII IPS bertempat di ruang 202. Anda akan ilfeel pada kelas kami bahkan sebelum masuk karena dua daun pintu kami tertutup kertas-kertas jadwal dan materi PMKT. Juga perhatikan papan tulis, di bagian atasnya ada tulisan 215 to UN (215 hari lagi menuju UN, diperbarui tiap hari). Siapakah pencetus ide yang bagi saya membebani mental sebelum waktunya itu? Yang menulisnya lagi padahal sudah diam-diam saya hapus?

Anggun. Ya, Anggun, yang dulu merupakan partner bolos saya. Anggun yang itu, yang dulu lebih suka ke Studio NP, Planet, bahkan AMC untuk main kartu sama saya daripada ikut pelajaran.

Anggun yang sekarang berubah sekali. Bisa dibilang dia orang terbureng di kelas. Dia tidak pernah bolos lagi. Jarang telat. Duduknya deretan depan. Catatan lengkap, tugas selalu mengerjakan. Sepertinya di sekolah, rumah dan GO kerjaannya belajar terus. Pokoknya bureng! Kadang saya capek sama kebiasaan baru Anggun ini, tapi toh kepribadiannya tidak berubah, jadi saya fine-fine saja. Lagipula dia benar: “Yang kita lakukan bulan-bulan inilah yang akan menentukan masa depan kita,” begitu katanya. Dia ingin masuk Manajemen UGM yang passing grade dan peminatnya tinggi atau mungkin ke Jerman. Semoga sukses ya Nggun.

Kalau Anggun baca post ini dia pasti akan berkomentar, “Opo kowe ‘ra bureng Ndan!”

Ya, di kelas XII ini pun saya berubah. Frekuensi telat saya berkurang 90%. Kalau dulu saya biasa berangkat pukul 9 karena bangun kesiangan atau pukul 12 karena ke sekolah hanya untuk rapat, sekarang saya berangkat pukul 6 kurang, bahkan masih bisa melihat matahari terbit saat menunggu bus! Penyebabnya adalah PMKT (Pemantapan Mental dan Keterampilan Teknis), yaitu latihan soal metode SNMPTN dengan materi kelas X, XI dan XII. Berlangsung tiap hari pukul 06.30-07.15. Sungguh cara yang licik untuk membuat kami belajar tiap hari. Sejauh ini hasil PMKT kelas kami belum menggembirakan, nilai berkisar antara 3 dan 5. Nilai 6 dan 7 dianggap bagus. Bahkan pernah kelas kami bergelimang nilai nol dan minus saat PMKT Matematika.

Frekuensi bolos saya juga berkurang—100%. Mengharukan sekali. Oh ya, sekarang saya juga sering duduk deretan depan. Beginilah komentar Bella Indah dan Salmon yang takjub, “Pandan itu dulu kalau pelajaran duduk paling belakang, tutupan korden terus tidur. Sekarang? Duduk paling depan! Ckckck.”

Opo kowe ora Bel, Mon.

Sekarang kelas kami memang bersama-sama menuju bureng. Yang paling kelihatan adalah berkurangnya jumlah anak yang membawa laptop maupun netbook. Biasanya kalau ada benda-benda itu kami lebih banyak online dan (bagi sebagian anak) nonton orang Korea joget-joget daripada memerhatikan penjelasan guru. Kami juga sudah tidak main kartu lagi—baru beberapa hari belakangan sih, soalnya kartu remi hilang sedangkan kartu UNO disita. Selain itu kami jadi lebih kritis dalam memerhatikan pelajaran. Ternyata kalau diperhatikan, pelajaran Matematika dan Akuntansi tidak terlalu abstrak. Terutama karena kami mendapat guru-guru enak dalam hampir semua mata pelajaran.

Dulu saat kelas XI saya takjub tiap kali melewati ruang kelas XII. Tenang sekali, yang terdengar hanya suara guru. Semua anak fokus padanya. Mungkin sekarang giliran adik-adik kelas yang takjub kalau melewati ruang kelas kami. Yaaah, tapi seperti kata Maya, “Sebureng-burengnya anak IPS nggak bakal bikin stres.” Benar juga sih. Walaupun sibuk belajar, pelajaran kami tidak sesulit jurusan IPA sehingga kami masih sempat melakukan beginian: menggosip tanpa juntrungan (topik wajibnya adalah Gessa, cowok terganteng se-Teladan 2013), menghias pintu kelas kami (sekarang ada beberapa untai tirai bangau kertas dan entah apa lagi yang dibuat Maya, juga hiasan bunga-bunga sakura, pernah juga balon yang dibawa Ryma. Malah ada rencana foto-foto kami juga), mengganggu Mutsil tiga kali sehari (saya), dan lain-lain.

Rasanya kelas kami jadi lebih akrab. Kami lebih banyak mengobrol, seringnya sih tentang masa depan. Kami jadi makin mengetahui satu sama lain. Rasanya kelas ini… mulai jadi kelas yang sebenar-benarnya. Kami disatukan oleh semangat bureng.

Tapi sebenarnya daripada bureng, yang saya lakukan belakangan ini lebih ke menyesuaikan diri dengan keteraturan. Saya menjaga diri supaya tidak terlalu semangat dan terobsesi di awal. Karena menurut saya, perjalanan menuju UN dan SNMPTN itu seperti lomba maraton. Kalau sudah sprint dari awal, bagaimana bisa tahan hingga akhir?  Strategi terbaik adalah berlari dengan stabil kemudian baru mempercepat diri menjelang garis finish. Maka saya masih bersantai-santai juga.

Walaupun begitu, ternyata tubuh saya tidak kuat dengan penyesuaian diri terhadap keteraturan tadi. Terlebih karena saya ikut bimbingan belajar di GO (Ganesha Operation) empat hari dalam seminggu, jam malam. Saya berjalan sekitar dua kilometer pulang-pergi. Kabar baiknya, saya jadi rajin mandi. Kabar buruknya, saya sering kena angin malam sehingga mudah flu. Bagaimana dengan maag? Jadwal makan siang saya memang sering terlambat, sekarang karena les malam jadwal makan malam juga. Kalau sakit gigi? Ternyata karena bulu sikat gigi saya sudah mbrodol.

Begitulah.

Seandainya Anda juga kelas XII dan kecapekan dengan rutinitas, ingatlah, INI BARU AWAL. Kalau di awal saja sudah menyerah karena tidak tahan, bagaimana nanti di tengah-tengah, serta di akhir?

Saturday, August 25, 2012

Liburan Kali Ini

Sekolah saya libur Lebaran selama sekitar dua minggu. Bimbingan belajar juga libur walaupun tidak selama sekolah. Thanks God.

Sebetulnya apa sih definisi liburan? Tiap orang pasti punya pengertian sendiri. Kalau menurut anak-anak gaul, liburan = main. Menurut anak bureng, liburan = belajar. Menurut anak organisasi, liburan = berorganisasi. Menurut anak sayang keluarga, liburan = family time. Menurut yang punya pacar, liburan = ngedate.

Menurut saya, liburan = relaksasi.

Sebelum masuk SMA saya tidak terlalu menghargai liburan. Bagi saya liburan justru saat-saat yang menjemukkan. Begitu masuk SMA, bagi saya libur satu hari saja merupakan berkah. Karena kehidupan SMA itu melelahkan. Tekanan akademis, urusan organisasi, dan banyak hal tak mengenakkan seolah bersekongkol melawan saya.

Maka, liburan adalah saat di mana saya bisa bersantai-santai sepuasnya. Misalnya melek sampai dini hari kemudian baru bangun tidur siangnya. Bisa membaca apa pun selain buku pelajaran. Bisa bermain gitar terus-terusan sampai kulit ujung jari terkelupas. Bisa berpenampilan semau saya. Menjadi diri saya sendiri.

Tentu saya senang saat main atau ada acara apalah waktu liburan. Tapi menurut saya, liburan yang benar-benar liburan adalah saat saya berbaring di tempat tidur, membaca komik atau membuka netbook, sesekali ngemil dan melakukan semua itu tanpa mencemaskan waktu. Ya, waktu. Waktu yang biasanya mencekik leher saya. Mengejar-ngejar saya, memaksa saya berlari.

Mungkin seharusnya saya memergunakan liburan kali ini untuk belajar keras, mengingat sebentar lagi Mid Semester dan, seperti yang tidak bosan-bosannya menjadi percakapan kami, tahun depan saya akan menghadapi UNAS dan SNMPTN. Ya, SNMPTN. Tak ada kesempatan bagi saya untuk masuk universitas melalui jalur prestasi maupun jalur undangan. Ya, ya, ya, saya menyesal karenanya, mengapa kelas X dan XI tidak saya pergunakan dengan baik dalam bidang akademis. Tapi saya juga bersyukur karena bisa mengetahui "sisi lain" dari bersekolah. Dari SD sampai SMP, saya itu bureng. Di SMA saya seperti melakukan pembalasan. Tolol? Yeah. Setidaknya saya tolol sekarang, bukan pas sudah kuliah.

Saya rasa saya juga patut santai sedikit karena target SNMPTN saya tidak setinggi teman-teman. Sepertinya banyak sekali teman-teman yang mau masuk jurusan Pendidikan Dokter UGM (passing grade 59,3%) dan Akuntansi (passing grade 62,1%) dengan saingan entah berapa ribu orang. Saya sendiri ingin masuk Sastra Perancis UGM yang passing grade-nya tidak terlalu tinggi, yaitu 47,1%. Peminat jurusan itu pun tak terlalu banyak. Jadi saya tidak perlu setegang teman-teman. Walaupun begitu, saya tidak boleh lengah dan tetap harus berusaha keras. Terutama dalam mengejar pelajaran dua tahun.

Satu tahun terakhir saya di SMA akan menjadi tahun yang sangat berat. Semua hal yang saya tunda selama bertahun-tahun dengan dalih, "Pokoknya akan kulakukan sebelum kuliah..." harus benar-benar saya lakukan dalam satu tahun ini. List-nya tentu panjang sekali.

Liburan ini saya hampir tidak belajar pelajaran sekolah. Selain karena malas, saya juga ingin mengisi baterai supaya begitu masuk saya benar-benar dalam kondisi fresh. Liburan ini saya mempelajari hal-hal lain, yaitu seni. Ayah saya suka menyuplai bahan bacaan saya dengan buku-buku sastra dan teater. Saya pun membacanya, lantas membuat ringkasannya. Sangat bermanfaat. Dalam buku "Tentang Bermain Drama" oleh Rendra, saya mendapat banyak teknik bermain drama yang tidak diajarkan di sienom teater sekolah saya. Menariknya belajar teater adalah, ilmu teater bisa dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya saja teknik muncul. Ketika seorang pemain muncul di panggung, ia harus bisa menyesuaikan diri dengan adegan sebelumnya.

Dalam bidang sastra, saya terbantu dengan perintah ayah saya untuk menyalin tulisan-tulisannya menjadi softcopy (ayah saya tidak bisa menggunakan komputer). Selain bisa belajar EYD, saya bisa mempelajari teknik menulis dari seseorang yang telah menggeluti sastra selama puluhan tahun. Walaupun bayarannya adalah mengetik berjam-jam. Bayangkan, saya menghabiskan waktu sekitar tiga jam hanya untuk mengetik satu naskah monodrama, padahal, tanpa bermaksud sombong, saya adalah pengetik sepuluh jari yang cepat.

Selain itu saya juga belajar seni rupa dengan membuat sketsa sebanyak-banyaknya. Dan tentu saja, seni musik. Saya masih belum bisa stem gitar sendiri tapi sekarang saya sudah peka dengan ritme. Sungguh menyenangkan ketika semua yang saya pelajari itu bercampur: sastra, teater, seni rupa, seni musik. Masing-masing saling melengkapi. Saling memberi manfaat.

Tapi tetap saja inti dari liburan kali ini adalah bersantai. YEAH, BERSANTAI! Saya menonton banyak film. Membaca banyak komik. Mendengarkan banyak lagu. Tidur juga banyak-banyak. Begitu pula dengan makan. Saya kembali menulis fanfiksi. Kembali menemukan sesuatu yang membuat saya teradiksi. Menjadi dekat dengan keluarga. Menikmati kesederhanaan, kesunyian, kesendirian. Singkatnya, kegiatan-kegiatan sederhana yang dalam liburan-liburan sebelumnya tidak tuntas saya lakukan karena dirusuhi kegiatan organisasi dan events. It's me time.

Dengan segala kenyamanan ini, rasanya bayangan masuk sekolah tiga hari lagi cukup membuat depresi. Tapi tidak apa-apa. Yang perlu saya lakukan adalah berusaha sekeras mungkin sampai dengan SNMPTN demi hasil yang baik, lalu saya bisa menikmati hal seperti ini lagi.

Anda tahu? Ini liburan paling membahagiakan untuk saya.

Friday, July 20, 2012

Things that Make Me Smile

Halo, sekarang saya kelas XII. Tahun terakhir di SMA, masa yang katanya paling berat. Dan ternyataaa... memang benar. Saya baru masuk sekolah tiga hari tapi rasanya sudah seminggu lebih. Mau tidak mau kami jadi bureng (buru rengking). Mengingat kelas X dan XI saya bersantai-santai terus, perubahan ini berat. Tapi tak apa, sudah saatnya saya serius.

Untuk mengumpulkan materi, kemarin malam saya membereskan lemari buku (dan lemari pakaian dan meja belajar dan seluruh kamar sebenarnya, karena belakangan ini saya tidak sempat membereskannya). Saya menyendirikan buku-buku serta kertas-kertas yang berkaitan dengan UNAS dan SNMPTN. 

Dalam pembersihan itu, saya menemukan banyak latihan soal dan ulangan IPA kelas X yang dengan lega saya kategorikan sebagai "useless". Selain itu saya juga menemukan benda-benda yang membuat saya tersenyum:

1. Gambar Ganesha



Maho-maho itu dia gambar di soal UTS semester genap kelas X saya, bidang studi Matematika. Maho (manusia homo) dulu ngetren sekali di kelas saya. Sampai-sampai sebutan maho tak hanya digunakan untuk menyebut orang-orang yang berkelakuan homo, tapi juga untuk yang berkelakuan konyol, jahat, bureng dan sebagainya. Rasanya dulu sering sekali terdengar ucapan, "Dasar maho!"

Ganesha sendiri adalah cowok yang baby face. Usianya lebih muda dibanding kami karena dia ikut program akselerasi saat SD dan SMP. Pasangan mahonya adalah Faidz.




2. Naskah Drama "Mendadak Lahir"


Ini drama yang kami mainkan saat pelantikan Nila Pangkaja 33. Saya menulisnya dalam waktu sempit. Jadilah drama ini agak-agak absurd.

Ringkasan cerita:
Suatu hari tiga ibu hamil ikut kelas kehamilan. Di tengah pelajaran mendadak salah seorang dari mereka akan melahirkan. Semua panik. Untung muncul seorang dokter yang membantu persalinan. Si bayi pun lahir dengan selamat. Setelah berblablabla akhirnya terbongkar kalau sang dokterlah yang menghamili ibu itu.

Center point drama ini adalah saat sang ibu melahirkan (Dina) mengerang-erang di balik selimut villa yang dipegangi saya dan Akbar yang berteriak-teriak panik (ceritane disensor). Setelah si bayi lahir, Afin bertukar tempat dengan Dina dan selimut pun dibuka. Penonton akan mendapat kesan kuat bahwa sang ibu benar-benar baru saja melahirkan karena Afin lebih kurus daripada Dina.

Kami banyak berimprovisasi. Entah bagaimana sang dokter (Akbar) merupakan kekasih gelap guru (saya). Saya pun mencolok mata dan menangis, lalu menampar Akbar kemudian berlari menjauh. Akbar jatuh terduduk. Ending yang dramatis. Overall, drama ini berantakan sekali. Tapi drama kami paling segar dan meriah dibanding kelompok lainnya.


3. Permohonan iuran makrab & maper Untitled



Dulu ada surat izinnya juga kalau tidak salah, tapi saya hanya menemukan permohonan iurannya.

Setahun lalu kelas kami (X3) mengadakan makrab. Sie repot-repotnya adalah saya (ketua panitia), Aaph (bendahara) dan Salmon (sekretaris). Kami terutama mengurus belanjaan. Ke pasar beli jagung manis dan ubi untuk dibakar, ke Progo untuk melihat-lihat apa lagi yang bisa dibakar tapi pulang dengan tangan kosong karena sosisnya kemahalan, lalu balik lagi ke pasar untuk membeli sekardus Aqua. Kami juga ke Griya Aissa (Jalan Kaliurang km 21) untuk survey tempat.

Makrab dan maper X3 lebih sukses dibanding makrab XI IPS. Saya masih jadi sie repot-repot, tapi tak terlalu semangat karena yang lain juga kurang semangat. Perencanaannya mendadak. Yang datang pun hanya 17 orang dari total 29 orang. Tapi tak apalah, akhirnya kami bisa kumpul-kumpul bersama.


4. Surat informasi Ujian Cambridge




Saat menemukannya, bermacam jenis senyum tersungging di bibir saya.

Cerita ini bermula di kelas X. Suatu hari, secarik kertas diedarkan untuk mendata peminat Ujian Cambridge.  Ujian tersebut membuka jalan untuk kuliah di luar negeri. Saya langsung mendaftar. Peminat lain di kelas saya adalah Kris, cowok yang  seperti profesor.

Sekolah saya membuka kelas Cambridge saat saya akan naik ke kelas XI. Masalahnya, kelas itu hanya disediakan untuk jurusan IPA padahal saya ingin masuk IPS. Saya pun mikir-mikir. Akhirnya saya tetap masuk jurusan IPS dengan Fela yang juga berminat ikut Ujian Cambridge. Kami dijanjikan akan diberi materi tambahan di luar jam sekolah.

Saya benar-benar bersyukur dulu tidak ngotot masuk kelas Cambridge. Seandainya iya, maka saya akan  menyesal sekali. Saya terpaksa belajar IPA selama 2 tahun lagi. Saya akan punya teman-teman sekelas bureng semua. Daaan... mungkin saya akan mengalami kejadian seperti Imad. Imad dulu di kelas Cambridge, tapi akhirnya dia mau masuk jurusan IPS untuk kuliah di Indonesia, jadi dia pun mengajukan diri untuk pindah ke kelas IPS. Sayang tidak bisa karena KBM sudah berjalan berbulan-bulan. Jadi dia dipindah ke kelas IPA reguler.

Di kelas XI, pelajaran tambahan Cambridge yang dijanjikan untuk saya dan Fela tak pernah direalisasi. Sebagian alasan karena kami belum menentukan silabus (jumlah standarnya tiga). Saya bingung antara Art and Design, Design and Textile, Sociology dan Psycology. Fela berminat pariwisata dan apa saya lupa. Karena belum mendapat bimbingan dari guru, saya berusaha mandiri. Untung perpustakaan sekolah lengkap oleh buku-buku Cambridge. Saya pun memfotokopi buku Sociology (buku bidang minat saya yang lain tidak ada. Kebanyakan bidang IPA) dan mempelajarinya di rumah. Mendownload silabus-silabus, mempelajari bahasa Inggris... dengan benak yang masih bertanya-tanya, "Benarkah saya ingin ikut Ujian Cambridge?"

Kenapa keraguan itu muncul? Padahal awalnya saya mantap. Beginilah rencana saya dulu: ikut ujian Cambridge, cari beasiswa, langsung kuliah di luar negeri setelah lulus SMA. Seperti kakak saya.

Masalahnya adalaaaah, saya akhirnya sadar bahwa saya bukan kakak saya. Saya punya jalan yang berbeda. Ketika itu saya banyak berdiskusi: dengan orang tua, para guru, kakak dan teman. Saya pun berpikir lebih jauh dan realistis. Saya membatalkan cita-cita saya untuk kuliah di luar negeri setelah lulus SMA. Maka saya pun batal ikut Ujian Cambridge (sebenarnya tak apa kalau tetap ikut, tapi sayang biayanya mahal). Sekarang saya bertarget masuk jurusan Sastra Prancis UGM. Dan rencana-rencana lain pun terbentuk...

Fela juga akhirnya tidak jadi ikut Ujian Cambridge. Persoalan itu pun tersingkir dari benak saya untuk beberapa lama, sampai... Tiara, teman sekolah saya, akan kuliah di universitas Birmingham! Saya harus bilang wow.



Itulah empat benda yang membuat saya tersenyum. Terkenang masa lalu yang begitu manis dan naif.

Oh ya, ternyata di kelas Cambridge yang akan ikut Ujian Cambridge bulan Oktober-November mendatang hanya 1-2 orang dari 17 orang. Katanya Ezzat dan Mas Pandu. Mas Pandu pernah ikut pertukaran pelajar ke Jepang selama beberapa bulan. Ezzat? Saya ingat, dulu sekali dia meminjam setumpuk buku Cambridge dan pada petugas perpustakaan berkata, "Untuk sugesti." Saya yakin mereka bisa.

Dan kini saya tersenyum, lagi.

Wednesday, July 11, 2012

Bahagia Itu...

Apa makna bahagia? Masing-masing orang punya jawaban berbeda: bahagia itu bebas, bahagia itu kaya, bahagia itu cinta, atau yang paling populer... bahagia itu sederhana.

Sederhana. Untuk menjelaskannya, saya akan memberi gambaran berupa sekolah saya sekarang. SMA Teladan adalah sekolah yang menjunjung kesederhanaan. Banyak anak orang kaya di sana. Anak-anak orang kaya itu berangkat ke sekolah dengan mobil, sering berlibur ke luar negeri dan entah fasilitas mewah apa yang mereka dapat di rumah. Tapi begitu menginjakkan kaki ke sekolah, anak-anak orang kaya itu hampir tidak terlihat bedanya dengan anak orang biasa-biasa saja... Karena sekolah kami mengajari untuk mengkondusifkan kesederhanaan.

Contoh kiat mengkondusifkan kesederhanaan adalah, sekolah kami mengadakan study tour ke Museum Sangiran dan Kraton Solo alih-alih berlibur ke Bali dan Pangandaran. Ini sih sederhana yang tidak pada tempatnya tapi bukan itu poin kita. Kiat-kiat lain adalah sekolah tidak mewajibkan murid untuk membeli buku pelajaran tertentu tetapi membebaskan untuk belajar dari buku mana saja, dan ada aturan tidak tertulis bahwa seluruh murid muslim perempuan harus mengenakan kerudung. Kerudung dan seragam panjang itu menghalangi murid untuk pamer aksesoris.


Murid-murid di sekolah saya terbagi menjadi tiga golongan: hitam, putih, abu-abu. Golongan putihlah yang akan saya ceritakan pertama. Mereka penganut sejati ajaran "bahagia itu sederhana" dan terdiri dari orang-orang yang berorientasi pada agama. Oh ya, atmosfer agama sekolah saya jauh lebih berat dari sekolah-sekolah negeri lain. Tak perlu heran melihat panjang kerudung murid perempuan sampai lutut atau murid laki-laki bercelana congklang. Jangan kaget kalau mengobrol dengan mereka yang topik pembicaraannya bagaimana menjadi muslim ideal, bagaimana memilih istri atau suami, bagaimana menjalani kehidupan pernikahan muda...

Nikah muda. Itulah kebanyakan tujuan golongan putih di sekolah saya. Sebagai contoh saya mempunyai seorang alumni, sebut saja Mbak A. Mbak A menikah di usia 19 tahun dengan alumni Teladan juga (ngomong-ngomong hal tersebut sering terjadi). Walaupun sudah menikah, Mbak A tetap kuliah di jurusan gizi dan kesehatan karena salah satu tujuan kuliahnya adalah supaya bisa mengelola gizi dan kesehatan keluarganya dengan baik. Selain itu Mbak A aktif menulis cerpen islami. Kenapa saya bisa tahu? Karena saya sering kepo Mbak A dan suami beliau. Saya melakukannya untuk memahami pola pikir golongan putih. 

Dari hasil kepo, menurut saya Mbak A adalah seorang istri yang ideal. Cantik, penurut, lemah lembut, baik hati, pintar, dan punya kriteria paling penting menurut golongan putih: ingin membentuk keluarga yang sakinah mawadah warahmah. Jadi, golongan putih biasanya sudah puas dan bahagia kalau bisa hidup dengan nyaman, sederhana, serta memiliki keluarga yang bersama-sama menuju surga. Karir seperti bukan prioritas utama mereka. Saya tidak bilang ini jelek. Saya hanya penasaran, apakah mereka tidak ingin mencapai lebih banyak? Tanpa bertanya pun saya tahu jawaban mereka, "Pandan, apa yang kamu maksud dengan 'lebih banyak'? Menurut kami, 'lebih banyak' itu berarti Allah."

Bagaimana dengan golongan lainnya di Teladan? Hitam adalah golongan yang bebas. Mereka terdiri dari bad boy dan bad girl. Tapi percayalah, di luar mereka hanya akan mendapat predikat "almost bad boy" dan "almost bad girl". Mereka suka berganti-ganti pacar, tidak ragu berkata kotor, dan melakukan hal-hal yang sebenarnya normal saja untuk remaja. Uniknya, salah seorang golongan hitam suka membuat graffiti "bahagia itu sederhana" di lingkungan sekolah seperti di papan tulis, kotak aspirasi, meja... Sejak munculnya graffiti-graffiti itu, aku menemukan beberapa tulisan anak Teladan mengenai konsep bahagia itu sederhana. Terima kasih telah menyebarkan inspirasimu, Kawan.

Lalu... golongan abu-abu. Favorit anak Teladan. Aku pun bercokol di zona ini. Kami tidak mau repot-repot mendeklarasikan diri sebagai putih atau hitam. Lantas bagaimana konsep bahagia menurut golongan abu-abu? Menurut saya, bahagia itu berarti aman. Karena di sekolah saya... yang beraman-amanlah yang bisa bertahan. Fuck yeah!

Monday, June 25, 2012

Status

Status adalah pengakuan. Setiap manusia ingin diakui. Maka status adalah the most wanted. Tidak percaya? Lihat saja sekeliling Anda.

Dalam lingkup pergaulan saya, status yang paling diminati adalah status in a relationship. Banyak remaja ngebet pacaran. Seakan kalau tidak punya pacar berarti tidak laku. Maka lahirlah fenomena galau, PHP (Pemberi Harapan Palsu), TTM (Teman Tapi Mesra) dan sebagainya. Saya sendiri belum berminat mendapat status dalam hal ini. Menurut saya, di umur sekarang ini saya belum bisa memaknai cinta. Dan banyak hal lain yang harus saya kerjakan.

Saya sih oke-oke saja sama teman-teman saya yang pacaran. Berani berkomitmen berarti mereka berani menanggung segala resikonya. Terkadang saya iri pada mereka, tentu. Karena mereka terlihat begitu bahagia dan stabil dengan keberadaan orang yang dicintai serta mencintai. Tapi saya juga punya komitmen dengan prinsip saya: orang yang sukses muda adalah orang yang mengorbankan masa mudanya demi masa depan. Saya ingin sukses muda. So, saya belum mau terlibat jauh dengan cinta-cintaan sebelum saya sukses.

Status lain yang paling diminati adalah popularitas. Seberapa eksisnya dirimu, dengan siapa kau bergaul, apa kegiatanmu. Inilah yang membentuk golongan-golongan dalam pergaulan. Atau lebih tepatnya, kasta. Seolah orang-orang cantik dan ganteng dan kaya tidak pantas bergaul dengan orang miskin yang wajahnya biasa-biasa saja. Ngerinya kalau mengejar status ini adalah, timbul kebiasaan merendahkan orang lain.
 
Saat ini saya tidak terlalu mengejar popularitas. Saya lebih nyaman berteman dengan orang-orang yang sederhana. Saya tidak suka memboroskan uang dengan hangout ke mall tiap minggu. No problem kalau dibilang cupu. Untuk mencari popularitas, saya lebih suka menggunakan kemampuan daripada harta. Karena skill tak hanya mengantar menuju popularitas, tapi juga kekayaan dan apa yang disebut dengan "nama".

Ngomong-ngomong, kenapa saya menulis post tentang status? Beberapa saat lalu saya mengedit halaman About.me saya. Itu adalah website yang memungkinkan seseorang untuk mengumpulkan semua blog, jejaring sosial dan segala account yang dimilikinya di internet ke dalam satu page. Bisa dibilang itu adalah cover dari Curriculum Vitae.

Nah, beginilah penampilan About.me saya:


Saya tidak punya banyak bahan untuk ditulis di bagian biography. Saya hanya nggandul keluarga saya yang notabene adalah keluarga pelukis dan menyebutkan sekolah saya sekarang.

Nah. Itulah yang sedang menari-nari di pikiran saya: saya belum punya status. Oke, oke, saya punya status. Saya pelajar SMA. Saya penulis. Saya pelukis. Tapi bukan itu yang saya maksud. Pelajar adalah status yang saya dapat dengan sendirinya, karena toh sekolah adalah kewajiban. Penulis? Saya belum pernah mempublikasikan karya ke media massa, jadi rasanya belum real. Pelukis? Saya sudah lama vakum melukis.

Jadi, apa sih saya sekarang?

Untuk referensi dalam mengedit About.me, saya melihat-lihat About.me milik orang lain. Rata-rata sudah cukup mapan dan memiliki status yang jelas. Saya juga coba membaca CV milik orangtua dan kakak-kakak saya. Wuiih, saya iri. Mereka punya begitu banyak bahan untuk ditulis. Begitu banyak pengalaman untuk dibanggakan. Ini dia, pengalaman. Tidak semestinya saya membandingkan diri dengan mereka karena mereka sudah menjalani hidup bertahun-tahun lebih lama dari saya. Saya jelas kalah pengalaman.
"Kurangnya pengalaman hanya bisa ditutupi dengan pengalaman"

Maka saya harus terus mencari pengalaman. Sejak masuk SMA saya memang kebanjiran pengalaman, terutama pengalaman berorganisasi. Sangat berguna. Saya jadi menyadari kekurangan saya. Sekarang saya sedang berlatih menjadi manager bagi diri sendiri. Dan mengembangkan semangat serta mimpi saya.

Kalau ditanya, "Statusmu sekarang apa?"

Saya ingin menjawab, "Saya bukan pemburu status. Saya adalah penikmat proses. Bagi saya, status hanya bonus."

Ya, saya ingin menjawab begitu. Sayangnya belakangan ini saya terlalu ambisius. Saya ingin begini, saya ingin begitu. Saya ingin status. Saya ingin diakui. Dan saya harus berusaha untuk mendapatkannya. Target tinggi berarti usaha juga harus tinggi, right?

Sunday, June 17, 2012

Jebakan Waktu

"Masa lalu tak akan pernah kembali dan kita tak bisa tahu secara pasti apa yang akan terjadi di masa depan.
Mengulang-ulang kejadian buruk di pikiran membuat kejadian tersebut lebih menyakitkan ketimbang saat terjadinya. Mengenang terus menerus kejadian baik hanya membuat kita sedih... karena masa lalu tak akan pernah kembali.
Hal-hal yang kita cemaskan 99% tidak pernah terjadi. Pikirkan masa depanmu, tapi tak perlu cemaskan. Tak ada gunanya. Dan jangan lupa bahwa tak ada yang namanya 'selamanya'... Pertahankan apa yang kau miliki sekarang, tapi juga siapkan diri untuk kehilangan.
Kita tidak bisa hidup di masa lalu maupun masa depan. Mencoba hidup di sana hanya membuat kita gila. Tutuplah masa depanmu seperti kau menutup masa lalumu. Hiduplah untuk sekarang. Yang kita lakukan sekaranglah yang akan membentuk masa depan. Masa lalu memang tak bisa diubah... Tapi sekelam apa pun masa lalumu, masa depanmu masih suci.
Kau boleh mengenang masa lalu, tapi jangan menyesalinya. Kau boleh memikirkan masa depan, tapi jangan mencemaskannya. Hiduplah untuk sekarang. Berbahagialah. Memanfaatkan waktu memang baik, tapi alangkah sayang kalau kita tidak menikmatinya. Berbahagialah. Berbahagialah. Bahagia itu sederhana."

- Ratu Pandan Wangi, 17 tahun, dahulu seorang pencemas -

Wednesday, June 13, 2012

Pelajaran Satu Tahun

Satu tahun berlalu. Sebentar lagi aku naik ke kelas XII.

Aku ingin mencatat kesanku tentang pelajaran sekolah selama kelas XI. Mungkin kelak bisa jadi lucu-lucuan. Misalnya saja, saat ini aku benci Matematika setengah mati tapi mungkin setahun lagi aku mencintainya. Sulit dipercaya sih.

Oke. Ini dia...

Pelajaran-pelajaran kelas XI IPS (urut dari yang paling kusukai):

1. Seni Musik

Sejak tahun ajaran ini, Seni Grafis dan Seni Karawitan dihapus. Sisanya tinggal Seni Musik, Seni Rupa dan Seni Tari. Seni Tari nggak deh. Seni Rupa? Kurasa nggak, aku bisa mempelajarinya di rumah. Berarti... Seni Musik. Dulu aku memang ragu memilih antara Seni Grafis dan Seni Musik. Yup, rupanya Tuhan memberiku kesempatan kedua.

Awal-awal ikut pelajaran Seni Musik, I'm absolutely pahpoh. Waktu itu kita langsung bikin band tanpa diajari basic musik lagi. Kebanyakan temanku memang udah ngerti musik sih, paling nggak bisa memainkan satu alat musik. Lha aku? Aku pun memilih jadi gitaris... dengan pengalaman nol. Orang pertama yang mengajariku gitar adalah Adit, anak aksel yang seninya bareng kelas IPS. Awal-awal belajar susah banget meeen. Jari-jariku masih kaku. Aku nggak ngerti ritme. Pokoknya asal genjreng. Alvin (orang yang paling sabar mengajariku) terus-terusan menyuruh pergelangan tanganku lebih luwes saat menggenjreng.

Dan dimulailah usahaku belajar main gitar... Tapi aku nggak melakukannya dengan terpaksa. Aku senang. Dari dulu aku memang ingin bisa main gitar. Beragam cara kulakukan: rajin-rajin nonton video YouTube tentang gitar, download kord, minta diajari siapa pun yang bisa main gitar, pinjem-pinjem gitar orang. Maaf ya merepotkan.



Satu tahun ini, dalam pelajaran Seni Musik aku sudah memainkan empat lagu: Nidji - Arti Sahabat, Geisha - Kamu yang Pertama, Laluna - Selepas Kau Pergi, Adele - Someone Like You. Aku pun makin mengerti ritme. Makin pandai menggenjreng (tapi tetap saja Alvin menyuruh pergelangan tanganku lebih luwes). Sayang aku terlalu sibuk dengan kord sehingga melupakan hal yang paling penting... menikmati musik.

Someone Like You-lah yang menyadarkanku tentangnya. Awalnya aku tak terlalu suka lagu itu. Tapi saat melihat Fani dan Vega menyanyikannya, aku merinding. Penghayatan mereka hebat. Dan mereka terlihat menikmatinya. Lama-lama aku pun sadar bahwa Adele seperti mereka, bahkan lebih hebat. Sekarang dia jadi penyanyi favoritku. Lagu kesukaanku adalah Love Song. Sudah kudengar berapa puluh kali dan belum bosan.

Sebelumnya permainan gitarku statis. Benar, tapi membosankan. Aku pun mencoba lebih menikmati permainanku. Kupejamkan mata, kubayangkan suasana lagunya, senar kugenjreng berdasarkan feeling. Permainanku jadi benar-benar berbeda! Lebih hidup. Aku jadi bisa lebih memahami lagu. Tak hanya mendengarkan vokal, kini aku juga memerhatikan nada-nada alat musiknya.

Aku sudah punya gitar sendiri. Sekarang aku bisa bermain gitar setiap hari. Barusan ibuku mengusulkan, bagaimana kalau aku mengambil les gitar selama liburan. Wow.

Oh ya, selain menyenangkan, pelajaran Seni Musik juga dilangsungkan di studio yang nyaman. Gurunya bernama Pak Wiwit. Beliau asyik dan berjiwa muda. Tak pernah ada tugas pula. Alasan-alasan tersebutlah yang membuatku tak pernah berpikir untuk membolos pelajaran satu ini.


2. TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi)

Ada dua laboratorium komputer di sekolahku, lantai atas dan bawah. Kelasku kebagian laboratorium bawah yang lebih besar dan nyaman. Gurunya bernama Pak Sophan, beliau asyik dan jarang memberi tugas.


Pelajaran TIK cukup sulit. Tapi aku lumayan menyukainya. Soalnya kupikir, ini ilmu yang harus kukuasai. Lagipula sambil mengerjakan tugas kami bisa sekalian browsing.

Ini juga pelajaran yang tak pernah membuatku ingin membolos kecuali sudah terlambat masuk lama.


3. Bahasa Inggris

Menarik mempelajari sesuatu yang baru. Terlebih karena pelajaran ini penting sekali. Guru-gurunya cukup menyenangkan: Bu Ami (cara mengajarnya jelas), dua guru conversation yang asyik dan seorang guru yang cara mengajarnya kurang jelas.


4. Penjasorkes

Melelahkan, tapi setidaknya aku berada di luar kelas. Sensasinya beda.


5. Sosiologi

Gurunya adalah wali kelasku, Pak Pur. Beliau sangat baik hati, pengertian dan bisa membaca kepribadian orang. Tugas-tugas dan latihan soalnya banyak, tapi ilmunya manusiawi sehingga terasa tidak terlalu merepotkan.


6. Geografi

Sebenarnya ini ilmu yang rumit tapi sang guru berhasil membuatnya tidak rumit. Soalnya beliau sering mengadakan diskusi kelompok dan nonton film. Materinya sih agak terlupakan. Kalau ulangan baru deh gelagapan.


7. Akuntansi

Cabang dari ekonomi. Inilah pelajaran yang sama sekali tidak pernah kuperhatikan selama setahun (aku belajar sendiri kalau ada ulangan). Soalnya gurunya sangat membosankan dan terlalu baik. Beliau tidak pernah marah. Ini pelajaran yang menyenangkan karena aku tak tahu secara jelas betapa belibetnya pelajaran ini, dan bahwa jam demi jam Akuntansi yang berlangsung selalu kulewatkan dengan melakukan apa pun kecuali belajar Akuntansi.


8. Bahasa Jawa

Aku tidak pandai bahasa Jawa. Tugas dan ulangan pelajaran ini juga banyak. Lantas kenapa aku menaruh Bahasa Jawa di urutan kedelapan daftar pelajaran favoritku? Karena gurunya menyenangkan! Bu Triwik adalah guru yang humoris, menguasai teknologi dan punya cara sendiri supaya murid-muridnya tidak bosan. Sayang semakin lama aku kurang menyukai pelajaran ini. Mungkin karena sekarang tinggal satu jam pelajaran seminggu alih-alih dua jam sehingga Bu Triwik memadatkan materinya.


9. Sejarah

Pelajaran yang aneh. Gurunya suka melantur ke mana-mana. Kadang ceritanya sangat menarik. Seperti mendengarkan dongeng. Sayang tidak bisa tidur, kalau tidur sang guru akan membangunkan kita dengan pertanyaan.


10. Ekonomi

Gurunya seram, tapi beliau punya cara mengajar yang jelas. Jadi walaupun materinya susah aku cukup menguasainya. Tapi tetap saja, gurunya seram. Ini pelajaran yang membuatku sering mengecek jam.


11. Pendidikan Agama

Menarik. Ada dua guru: Bu Nafilah yang baik, dan Pak Aang yang mengajari kami Islam secara umum.


12. Bahasa Indonesia

No comment sajalah.


13. Bahasa Jepang

Pelajaran ini sebenarnya bisa jadi menarik. Terlebih karena berlangsung di perpustakaan ber-AC bagian lesehan. Sayang, guru lama kami yang menyenangkan melahirkan sehingga beliau keluar. Penggantinya tidak terlalu menyenangkan. Oke, menyenangkan sih karena aku bisa tidur sepanjang pelajaran.


14. PKn (Pendidikan Kewarganegaraan)

Gurunya merepotkan tapi di beberapa sisi menyenangkan. Beliau sering bercerita mengenai pengalamannya. Kalau tidak tidur, aku mendengarkan, cerita-ceritanya menarik. Sayang pelajaran ini tidak terlalu kusukai. Aku malas berurusan dengan politik. Terlalu resmi, terlalu pasti.


15. Matematika

Sampailah di pelajaran yang paling tidak kusukai... Matematika! Ada dua guru. Yang satu seram tapi cara mengajarnya jelas (seperti guru Ekonomi) dan aku cukup memahami materinya. Guru yang satu terlalu baik, aku tidak berusaha memahami materinya dan malah sibuk sendiri.

Tapi beginilah matematika: kamu pikir kamu paham, tapi coba deh kerjakan soal. Ini pelajaran paling susah.


Begitulah pendapatku. Aku minta maaf apabila ada kata-kata yang menyinggung. Terima kasih untuk para guru yang membimbingku selama ini.

Sunday, June 3, 2012

Not Simple Questions

Pertanyaan-pertanyaan di bawah ini diambil dari buku " The 7 Habits of Highly Effective Teens" oleh Sean Covey.

- Kalau ada sebatang baja (yang lebarnya 6 inci) diletakkan di antara dua gedung pencakar langit, demi apakah kamu bersedia menyeberanginya? Seribu dolar? Satu juta dolar? Hewan peliharaanmu? Saudaramu? Ketenaran? Renungkanlah dengan seksama...

Kalau melakukan itu, kemungkinan besar aku akan mati. Namun resiko itu layak diambil demi keluargaku.


- Gambarkanlah suatu saat ketika kamu benar-benar merasa terinspirasi.

Ketika aku merasa iri hati. Aku mudah iri hati, namun perasaan negatif itu selalu berusaha kuolah menjadi sesuatu yang positif. Misalnya saja saat aku bertemu dengan orang sukses. Aku merasa iri padanya, lalu perasaan itu kuubah menjadi rasa tak mau kalah. Aku akan berpikir, "Kalau dia bisa, kenapa aku tidak bisa?" Lantas aku akan berlari mengejar orang itu. Inspirasi pun bermunculan untuk mendukung lajuku.



- Kalau kamu bisa menghabiskan waktu satu hari di sebuah perpustakaan besar, mempelajari apa pun sesukamu, apakah yang akan kamu pilih?

Filsafat. Aku akan mempelajari hal-hal absurd yang selama ini membuatku penasaran: ke mana manusia pergi sesudah mati, bagaimana proses terciptanya alam semesta, mengapa manusia diciptakan. Aku ingin mempelajarinya dalam berbagai sudut pandang agama, teori, logika dan imajinasi yang paling liar sekalipun.



- Kalau kamu bisa melewatkan waktu satu jam dengan siapa pun, siapakah yang akan kamu pilih? Mengapa dia? Apa yang akan kamu tanyakan kepadanya?

Aku ingin melewatkan waktu dengan Tuhan. Tak ada yang perlu kutanyakan pada-Nya karena Dia pasti sudah tahu pertanyaan-pertanyaanku.

Thursday, May 24, 2012

AMBISI

Ambisi menurut pengertian Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah keinginan (hasrat, nafsu) yang besar untuk menjadi (memperoleh, mencapai) sesuatu (seperti pangkat, kedudukan). Ambisi tidak selalu bermakna negatif, tetapi lebih banyak dimaknai secara negatif. Ketika seseorang berkeinginan keras memperoleh sesuatu, maka ia dapat mempergunakan cara apa saja untuk mewujudkan keinginannya itu, bahkan dengan cara-cara yang jahat sekalipun.

Nah.

Belakangan ini aku kepikiran soal ambisi. Karena akhirnya kusadari selama ini aku dikelilingi oleh orang-orang berambisi. Sebuah pertanyaan pun mengganggu benakku, "Sudah cukup berambisikah diriku?"

Hal ini erat kaitannya dengan golongan darahku. Aku adalah tipe darah A tulen. Beginilah diriku:

Kesimpulan: karena memiliki penghormatan kuat, aku tertarik untuk mengetahui asal-muasal suatu hal, mengapa ia diciptakan dan untuk apa, serta apa yang bisa kulakukan dengannya. Sayang aku sulit beradaptasi dan takut mengambil tindakan pertama. Hal itu menyebabkan rencanaku biasanya hanya sekadar rencana. Jadi yang kubutuhkan adalah kesadaran dan komitmen.

Nah.

Sepertinya aku mulai memperoleh kesadaran.

Selama ini aku selalu berjalan lambat supaya bisa menikmati apa yang kulewati. Tapi sekarang, aku merasa gelisah jika berjalan lambat. Memangnya berapa lama lagi waktu yang kumiliki? Aku hampir naik kelas 3 SMA. Apa sih yang sudah kupelajari selama ini? Rasanya tidak banyak. Lantas bagaimana masa depanku?

Seperti ada yang menekan tombol "turn on" di badanku. Yang kulakukan pertama kali adalah mencari referensi sebanyak mungkin, terutama dalam bidang teknologi. Aku membeli modem yang koneksinya lebih cepat supaya bisa internetan lama di rumah. Kupaksa diriku untuk menginstall program-program baru dan mempelajarinya. Belajar gitar, menulis lagi, menggambar, membuat kerajinan, berorganisasi dengan lebih serius, memperbaiki kepribadian. Pelajaran sekolah pun dengan enggan kukejar.

Aku berpedoman nasihat Anggun, "Untuk mewujudkan mimpi besar, mulailah dari hal-hal kecil dulu."


Belakangan ini rasanya aku terlalu memaksakan diri. Capek, ya. Ingin berhenti, nggak. Aku terbiasa ingin  menyelesaikan apa yang sudah kumulai. Kalau belum selesai, sekalipun tubuh menjerit-jerit minta istirahat, rasanya berat untuk berhenti. Sekarang pun seharusnya aku makan malam lalu segera naik ke kasur untuk menebus kurang tidur, tapi... post ini belum selesai...

Untuk lebih memacu diriku, aku membandingkan diri dengan orang-orang yang berada "di atas". Mereka adalah perencana hidup sekaligus pelaksana rencana hidup yang handal. Nah. Kalau mereka bisa, kenapa aku tidak bisa? Manusia punya dua pilihan: bisa atau tidak bisa. Kenapa aku tidak memilih bisa?

Aku memiliki mimpi-mimpi besar. Untuk meraihnya, aku perlu berjuang. Dengan keras.

Ambisi. Ya, ambisi. Setelah membaca ulang post ini, rasanya aku cukup berambisi juga.


Tuesday, May 22, 2012

Target Paling Absurd

Target paling absurd dalam daftar targetku:

"Jadi seniman yang sesungguhnya"

Yang jelas, aku ingin menguasai sebanyak mungkin bidang seni.

Bidang seni yang pernah / sedang kupelajari:
  1. Seni rupa. Ini adalah pendidikan pertama yang kuterima dan terus kupelajari sampai sekarang.
  2. Seni tari. Kupelajari selama enam tahun di SD. Aku bukan penari berbakat, guru bilang badanku terlalu kaku. Aku memang tak terlalu suka menari.
  3. Seni musik. Kupelajari sedikit-sedikit di SMP (recorder dan pianika). Di SMA aku mendalami gitar. Dan astaga, menyenangkan sekali. Sarana meredakan stres.
  4. Sastra. Kupelajari secara cukup serius sejak kelas VIII. Sepertinya bidang ini yang kelak kutekuni sebagai profesi.
  5. Seni grafis. Bidang studi seni pilihan di SMA. Sayang aku hanya sempat mempelajarinya selama setahun karena setelahnya pelajaran ini dihapus. Aku pindah seni musik.
  6. Seni teater. Aku mempelajarinya di teater SMA-ku, Nila Pangkaja. Benar-benar sarana mengolah diri yang bermanfaat. Sejak belajar teater aku merasa kepribadianku berkembang.
Bidang-bidang seni tersebut belum aku kuasai secara mendalam. Maka aku tak boleh berhenti belajar.

Selain itu dalam waktu dekat aku ingin mempelajari:
  1. Seni digital. Kenapa? Sambil menyelam minum air: sambil belajar seni, belajar teknologi.
  2. Seni fotografi. Penting.
  3. Seni fashion. Menarik. Dan sangat menjual.


Kuharap dengan mengetahui dan menguasai berbagai bidang seni, saat aku menciptakan suatu karya di bidang tertentu, karya itu memuat nilai dan keindahan dari bidang-bidang seni lainnya.

Wednesday, April 18, 2012

Dari Untitled untuk Untitled

Suatu hari, waktu aku masih di Untitled, Ita mengusulkan sebuah permainan saat pelajaran BK. Teman-teman langsung mencercanya. Itu sih karena dia nggak disukai di kelas. Padahal permainannya menarik: kami (saat itu jumlahnya 30 orang, karena dua orang nggak masuk) menyiapkan selembar kertas yang bertuliskan nama masing-masing. Lalu kertas itu digilir ke anak-anak lain. Tiap anak yang dapat kertas itu harus menulis pesan atau kesan tentang orang yang namanya tercantum di sana.

So, inilah komentar anak-anak Untitled tentangku…


lebih semangat lagi (okeeeh)

tidak terdefinisi (ini pasti Akbar, soalnya tulisannya paling jelek)

unik sejak SMP (kalau ini pasti Verly, soalnya tulisannya terjelek kedua)

terdampar di pinggir jalan :* (mungkin Sani. Dulu dia sering ngeboncengin aku)

Diam-diam tanda tak jelas (ambigu)

pinter akting, baik, g pelit (pinter akting? Waow thanks)

pinter baik menghibur (menghibur? Oke kadang aku memang jadi badut kelas)

Netral, unik, sulit dijelaskan (netral? Ya, itu sangat aku)

Pandan, sholat yuk… I <3 U (thanks Ukhti)

oh kamu… masih tanpa ekspresi (aku sedang berusaha berekspresi :D)

Tak sewangi namamu :p (oke, aku tau aku bauk)

Gue suka gaya loe! :D (gue juga suka gaya loe)

Pandan tu gokil tapi gk keliatan expresinya :B (ada berapa komentar nih yang menyinggung ekspresi?)

OK kamu tu jiwa pemimpin. (waa thanks. Semoga ya)

Datar… (ya begitulah)

cupu main UNO nya (ini Hanif -_- Pas itu memang UNO lagi ngetren di kelasku)

Si Bunda yg baik bgt. Maksh buat ndengerin keluhku slma ini :) Always love u :D (April. Aku sama dia memang jadi ibu-anak gak sah)

Pandan baik, aku suka (makasih. Semoga pas aku jahat, kamu juga suka)

Semangat! (yeah!)

Aku suka kamu <3 (jangan salah, ini tulisan cewek)

Sahabat selamanya :D (dari Faidz. Ini salah satu komentar favoritku)

Diam-diam menghanyutkan (sepaket sama komentar “Diam-diam tanda tak jelas” tadi)

Expresinya mana??? :O (mengingatkanku kalau dulu ada orang yang rajin mengatakan ini padaku)

Unique (Sholeh. Selalu main aman)

Aku sayang Pandan! muach! (dari Aaph. Aku juga sayang kamu Aaph…)

Asyik, ra jelas, temanku anak belakang… Hhaha… (pasti Salmon. Dulu aku, dia dan Aaph memang sering jadi anak “terbelakang”)

Maho… wah wis kebak… Ati2 disurung kenek bis (Lukman. Kata-kata “Ati2 disurung kenek bis” ngetren dari Memet)

ASYIK! BGT! >< (oke… Permainannya memang asyik ya)

Pandan baik, lucu, muach :D (muach :*)


Komentar dari teman-teman buatku kelihatan aman. Tapi beberapa anak yang kurang disukai di kelas dapet komentar-komentar pedas, bahkan sampai kebawa di Makrab. Yaah, tapi berkat permainan ini, kita jadi lebih tahu pendapat orang lain tentang kita. Dan bisa lebih introspeksi ;)

Selembar kertas yang berisi komentar dari Untitled itu… jadi salah satu hartaku…

Saturday, April 7, 2012

Surat untuk Diriku di Masa Depan

Halo, Pandan. Ini Pandan. Sekarang umurku 17 tahun lebih beberapa hari. Aku menulis padamu, diriku di masa depan, karena aku ingin kau menjadikan masa lalumu sebagai dasar. Karena berdasar pengalaman, mudah melupakan diriku yang sebenarnya saat lingkungan begitu menekan.


Saat ini dini hari. Seharusnya aku mengerjakan laporan penelitian Bahasa Indonesia yang sudah kadaluwarsa. Tapi seperti biasa aku menundanya. Aku memang sering menunda pekerjaan sampai batas terakhir, menikmati adrenalin yang berpacu dan kecepatan otakku yang bertambah beberapa kali lipat saat ngebut dalam waktu sempit. Please. Ini nggak bagus, pekerjaan jadi kurang maksimal. Pastikan kau memperbaiki kebiasaan satu ini.


Ingatkah kau, menjelang ulang tahun ke-17 kondisi psikismu benar-benar kacau, terkacau yang pernah kau alami? Emosi meluap. Semua kelihatan buruk. Setiap hari rasanya ingin menangis. Tapi aku tidak menangis, karena itu bodoh. Bukan karena menurutku menangis tak bisa menyelesaikan masalah... melainkan karena hidupku sungguh tak pantas untuk ditangisi. Tapi akhirnya... saat benar-benar tak bisa menahan lagi... aku pun menangis... Terima kasih untuk seorang sahabat yang begitu berharga, yang saat itu menemani dan menangis bersamaku. Sejak itu perlahan kondisi membaik. Yah, seseorang perlu jatuh sebelum bangkit.


Pandan di masa depan, kau harus bekerja keras untuk mengejar ketertinggalanmu dalam bidang akademis. Sejak masuk SMA aku memang jadi tidak terlalu memperhatikan pelajaran sekolah. Telat dan bolos adalah rutinitas. Mengerjakan tugas merupakan sesuatu yang tak wajar. DASAR BODOH. Ini harus diperbaiki sesegera mungkin. Aku tak memintamu jadi bureng, aku hanya ingin kau lebih menghargai SPP yang dibayar orang tuamu.


Jangan lupa cita-citamu: menciptakan karya yang bisa menginspirasi banyak orang di dunia. Kau harus lebih mengembangkan kemampuan menulis dan menggambarmu. Banggakan orang tuamu dengan itu. Ingat, kau belum memberikan banyak hal berarti untuk mereka. Yang kau lakukan hanya mengabaikan dan menyakiti. Berterimakasihlah. Balas budilah.


Oh ya. Kuharap di masa depan kau lebih serius soal cinta. Cinta, terlebih komitmen, saat ini memang berada di urutan kesekian daftar prioritasku, karena hidup sudah cukup ruwet tanpa perlu ditambahi olehnya. Aku juga lebih sering jatuh cinta pada cinta daripada dengan orang itu sendiri. Kuharap hal ini berubah... tapi nanti-nanti saja, saat aku sudah lebih dewasa.


Ah... Ngomong-ngomong soal dewasa aku jadi teringat kata-kata seorang temanku, "Saat kita merasa dewasa, berarti kita belum dewasa. Sedangkan kalau kita merasa belum dewasa, berarti kita sudah dewasa."


Kedewasaan. Begitu pelik jalan yang harus ditempuh untuk mendapatkannya. Sejauh ini aku baru mendapat rumusnya. Dewasa = tanggung jawab + rasionalitas + ilmu + kejujuran + cinta. Garis bawahi ini: kejujuran. Sulit menyampaikan kebenaran, terutama menerimanya. Itulah masalahku sekarang. Entah anugerah entah musibah, aku memiliki ekspresi wajah datar. Poker face. Dan poker voice. Itu membuatku jarang ketahuan kalau berbohong. Biasanya hanya kulakukan untuk mengelak dari guru-guru, tapi aku takut jadi kebiasaan. Pandan di masa depan, ini termasuk hal yang harus kau perbaiki.


Dari tadi aku hanya ngomong soal hal yang harus kau perbaiki, ya. Memangnya tak bisa kulakukan sekarang? Well, saat ini aku sedang menulis apa yang bisa disebut targetku. Dan yang kumaksud Pandan di masa depan bukan hanya diriku bertahun-tahun mendatang, melainkan juga diriku beberapa jam maupun beberapa menit dari sekarang. Jadi perubahan bisa dan harus kulakukan sesegera mungkin.


Untuk jaga-jaga bila kau kehilangan dirimu lagi, akan kutulis hal-hal yang bisa mengingatkanmu. Pertama, jangan ragu dengan keyakinanmu. Kau memperolehnya setelah pencarian pelik seumur hidupmu. Saat ini aku memegang teguh keyakinan itu meski belum bisa sepenuhnya hidup menurutnya. Kedua, kau bercita-cita memperkaya dunia seni. Sekalipun kelak kau jadi akuntan atau dokter, jangan lupa untuk terus berkarya. Ketiga, keluarga dan teman-teman adalah hal paling berharga dan tak tergantikan. Maka jagalah. Dan jangan lupa untuk bahagia... Kau berhak akan itu.


Ingatkah kau, kau sering berkeliaran dengan Nia dan mendapat pengalaman-pengalaman tak terduga. Salah satunya kami pernah berjalan-jalan di Malioboro dan berpapasan dengan lelaki penjual roti. Dia bukan penjual roti biasa. Sepasang matanya tertutup selaput putih dan ia berjalan dibantu tongkat. Beberapa hari kemudian, kami bertemu dengannya lagi cukup jauh dari kawasan Malioboro. Sungguh mencengangkan perjuangannya. Saat orang-orang buta lainnya hanya menjadi beban masyarakat, lelaki itu berjualan dengan resiko besar demi bertahan hidup. Untuk menghargai perjuangannya, kami membeli rotinya. Aku ingat roti itu terasa asin karena bercampur dengan air mata haru yang mengalir dalam diriku.


Ingatlah lelaki itu saat kau putus asa. Kalau dia saja berjuang, kenapa kamu tidak?


Terakhir, kuharap kau berjalan lebih cepat. Secara konotasi dan denotasi. Siapa cepat dia dapat. Jangan mau kalah dengan orang lain. Jangan bermalas-malasan terus, wujudkan mimpimu!